Berita

SPK PT Timah di Beriga: “Langgar Aspirasi Rakyat dan Regulasi Lingkungan” LSM RIB Berikan Kritik Tajam

×

SPK PT Timah di Beriga: “Langgar Aspirasi Rakyat dan Regulasi Lingkungan” LSM RIB Berikan Kritik Tajam

Sebarkan artikel ini

 

Pangkal Pinang | Nurman Suseno, Wakil Ketua LSM Rakyat Indonesia Berdaya perwakilan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, mengkritik tajam langkah PT Timah Tbk yang tetap menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) kepada CV Berkah Stania Jaya untuk menambang di wilayah perairan Beriga, Kecamatan Lubuk Besar, Bangka Tengah.

Menurut Nurman, keputusan PT Timah tersebut tidak hanya menciderai aspirasi masyarakat, tetapi juga berpotensi melanggar sejumlah regulasi penting di sektor lingkungan dan pertambangan.

“Ini bukan sekadar soal tambang. Ini soal penolakan masyarakat yang nyata, rekomendasi DPRD dan Gubernur yang diabaikan, serta ancaman langsung terhadap kelestarian lingkungan pesisir. 

PT Timah tidak bisa semena-mena,” tegas Nurman saat ditemui , Sabtu (24/5/2025).

Penolakan warga Desa Beriga terhadap rencana penambangan laut telah berlangsung sejak awal April 2025.

Aksi damai telah digelar di berbagai titik, bahkan mendapat dukungan terbuka dari Gubernur Kepulauan Bangka Belitung serta DPRD Provinsi melalui Panitia Khusus (Pansus) Pengawasan Tambang.

Namun, pada pertengahan Mei, PT Timah tetap menerbitkan SPK kepada CV Berkah Stania Jaya, pemicu kekecewaan warga dan berbagai pihak, termasuk lembaga legislatif daerah.

“Kami melihat ini sebagai tindakan yang memaksakan kehendak korporasi di atas kedaulatan masyarakat lokal. 

Ini bentuk nyata dari pengabaian terhadap prinsip-prinsip demokrasi lingkungan,” lanjut Nurman.

Nurman menjelaskan bahwa aktivitas penambangan di wilayah seperti Beriga harus tunduk pada sejumlah peraturan dan undang-undang:

1. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan dan evaluasi AMDAL.

2. UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang menekankan perlunya IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang sah dan sesuai prinsip tata kelola.

3. Permen LHK No. 4 Tahun 2021, yang mengharuskan penambangan laut untuk memiliki dokumen lingkungan yang disusun melalui konsultasi publik.

4. Permen KP No. 12 Tahun 2024, yang menyebutkan bahwa pemanfaatan wilayah pesisir harus mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem dan keterlibatan nelayan sebagai pihak terdampak.

“Kalau AMDAL mereka disusun tanpa persetujuan masyarakat Beriga, maka itu cacat hukum. Kami akan menempuh jalur legal,” katanya.

LSM Rakyat Indonesia Berdaya menyerukan sejumlah langkah untuk menghalangi aktivitas tambang laut yang tidak berpihak kepada rakyat:

1. Permohonan evaluasi AMDAL ke Kementerian LHK, dengan fokus pada aspek keterlibatan masyarakat.

2. Pengajuan keberatan resmi ke Kementerian ESDM, agar izin yang bertentangan dengan aspirasi warga dibekukan.

3. Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membatalkan SPK dan meninjau ulang seluruh proses administratif.

4. Pelaporan ke Ombudsman dan KPK, jika ditemukan indikasi maladministrasi atau potensi konflik kepentingan.

5. Dialog resmi antara masyarakat, pemerintah daerah, dan PT Timah difasilitasi oleh lembaga independen.

“Kami tidak anti-investasi. Tapi investasi yang merusak ekosistem dan menyingkirkan suara masyarakat

Itu bukan pembangunan, jelas itu penindasan,” tegas Nurman.

Ia pun menutup pernyataannya dan akan melaporkan hal ini dengan meminta Presiden RI dan Menteri ESDM untuk turun tangan dan mengevaluasi ulang praktik pertambangan laut di Bangka Belitung secara keseluruh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *