Belitungkabarmetro.co

Kepala Desa Juru Sebrang, Adriansyah, A.Md, mengungkapkan kepuasannya atas hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Kabupaten Belitung yang membahas persoalan hutan lindung di wilayahnya. Desa Juru Sebrang menghadapi tantangan besar karena sekitar 95% dari total 2.100 hektare wilayahnya masuk dalam kawasan hutan lindung, yang selama ini menghambat perkembangan ekonomi dan pembangunan desa.

“Kami merasa sudah cukup puas dengan apa yang dihasilkan dari RDP kemarin di Kantor DPRD Kabupaten Belitung,” ujar Adriansyah, Senin (11/2/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Adriansyah juga menyoroti maraknya aktivitas tambang ilegal di desanya. Ia menegaskan, kegiatan tambang tersebut bukan semata-mata untuk mencari keuntungan pribadi, melainkan upaya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

“Maksud kami, bagaimana solusinya agar tambang ini bisa diatur dengan baik. Kami butuh kebijakan dari pemerintah agar aktivitas tambang di desa kami tidak diganggu oleh oknum-oknum yang mencari keuntungan pribadi. Warga di sini hanya berusaha mencari nafkah,” jelasnya.

Adriansyah menambahkan, mayoritas penambang di Desa Juru Sebrang berasal dari Pulau Belitung, khususnya Tanjungpandan. Karena itu, ia berharap pemerintah dapat membuat kebijakan yang mengatur tambang rakyat agar pemerintah desa tidak terus-menerus dianggap melakukan pembiaran atau bahkan mendukung aktivitas ilegal.

“Kewenangan kami di pemerintah desa sangat terbatas. Kami berada dalam posisi sulit karena ini soal kebutuhan hidup warga. Sampai sekarang, belum ada alternatif pekerjaan bagi para penambang jika tambang harus ditutup,” ujarnya.

Sebagai solusi, Adriansyah mengusulkan pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di desa tersebut. Dengan adanya WPR, aktivitas tambang dapat berjalan secara legal tanpa merusak fasilitas umum, negara, atau lingkungan laut. Ia juga membuka opsi untuk mengalihkan aktivitas penambangan ke lahan IUP milik PT Timah yang masih belum tergarap.

“Alhamdulillah, hasil RDP ini juga memperjelas bahwa Pemerintah Desa Juru Sebrang tidak terlibat dalam aktivitas tambang ilegal yang selama ini terjadi,” tegasnya.

Selain masalah tambang, Adriansyah juga berharap adanya pembebasan sebagian kecil kawasan hutan lindung untuk mendukung investasi dan pengembangan pemukiman warga. Menurutnya, beberapa investor sudah tertarik untuk menanamkan modal di Desa Juru Sebrang, namun terhambat status lahan.

“Sudah ada yang tertarik untuk membuka pabrik Crude Fiber Oil (CFO) mini, pabrik es, dan tambak udang, tapi semua itu terhalang karena status lahan yang masuk kawasan hutan lindung,” ujarnya.

Adriansyah menambahkan bahwa desa mereka memang memiliki izin perhutanan sosial berupa Hutan Kemasyarakatan (HKM) Sebrang Bersatu, tetapi izin tersebut hanya diperuntukkan untuk jasa lingkungan, pariwisata, dan agrowisata, bukan untuk kegiatan industri.

“Kami berharap ada solusi agar desa kami bisa berkembang tanpa melanggar aturan,” tutup Adriansyah.

(Rls/Ddi)

Reporter: mesuji