Berita

Literasi Tumbuh Di Balik Jeruji: Warga Binaan Lapas Banjarmasin Temukan Harapan Lewat Buku

×

Literasi Tumbuh Di Balik Jeruji: Warga Binaan Lapas Banjarmasin Temukan Harapan Lewat Buku

Sebarkan artikel ini

Banjarmasin, Kabarmetro.co —

Di sudut tenang Lapas Kelas IIA Banjarmasin, terdapat ruang yang berbeda dari hiruk pikuk blok hunian. Di sana, rak-rak kayu penuh dengan buku berbagai genre tersusun rapi. Di ruang sederhana itulah, Panji Prasetya, seorang warga binaan, menemukan jalan baru untuk menata hidupnya.

Sudah lebih dari satu tahun Panji menjalani masa pidananya. Namun, alih-alih larut dalam keterpurukan, ia memilih mendekat pada sumber ilmu yang tak pernah menghakimi: buku. Hampir setiap hari, ia mengunjungi perpustakaan lapas. Baginya, ruangan itu bukan sekadar tempat membaca, melainkan ruang refleksi dan pertumbuhan diri.

“Selain buat mengisi waktu, di sini saya bisa belajar banyak hal. Saya senang baca buku motivasi, keagamaan, dan juga keterampilan. Salah satu buku yang sedang saya baca sekarang adalah Habibie Si Jenius. Kisah beliau menginspirasi saya untuk tidak mudah menyerah,” tuturnya dengan mata berbinar.

Salah satu buku yang paling membekas baginya adalah “Jangan Pernah Menyerah.” Lewat kisah-kisah inspiratif dalam buku itu, ia mulai menata kembali harapan yang sempat hilang.

Tak hanya membaca, Panji juga rajin mencatat kutipan favorit dan menulis jurnal harian. Ia percaya, menulis adalah cara menjaga pikiran tetap sehat dan jernih.

“Saya tulis kutipan yang menurut saya bagus, lalu saya renungkan. Kadang saya juga nulis semacam jurnal harian. Biar pikiran saya tetap positif,” katanya.

Baginya, buku adalah sahabat yang tak lekang oleh waktu. Ia bahkan menyampaikan pandangannya soal pentingnya membaca.

“Buku adalah informasi dan pengetahuan yang tidak akan pernah pudar. Semakin banyak buku yang dibaca, maka informasi yang kita miliki akan semakin luas,” ungkap Panji mantap.

Perpustakaan di dalam lapas ia anggap sebagai oasis — tempat di mana pikiran dapat berkelana bebas, jauh dari sekat dan jeruji. Ia berharap ruang seperti ini terus dikembangkan, karena terbukti memberi pengaruh positif bagi warga binaan.

“Ini jadi tempat pelarian sehat buat kami. Banyak teman juga mulai suka baca sejak rutin ke sini,” tambahnya.

Saat ditanya tentang harapan pasca-bebas nanti, Panji menjawab dengan tenang namun penuh keyakinan. Ia berharap bisa melanjutkan kebiasaan baik ini dan berkontribusi dalam lingkungan sosialnya melalui cara sederhana: berbagi semangat membaca.

“Nanti kalau sudah kembali ke masyarakat, saya ingin tetap dekat dengan buku dan ngajak keluarga serta orang sekitar buat mulai membaca. Biar jadi kebiasaan yang baik, bukan cuma buat saya, tapi juga buat orang lain,” ujarnya.

Kepala Lapas Kelas IIA Banjarmasin, Akhmad Herriansyah, menyampaikan bahwa pihaknya terus mendorong budaya literasi di dalam lapas sebagai bagian dari pembinaan kepribadian. Perpustakaan, menurutnya, bukan sekadar fasilitas, melainkan pintu pembuka menuju perubahan.

Dengan buku di tangan dan semangat di dada, Panji Prasetya membuktikan bahwa harapan bisa tumbuh bahkan di tempat yang paling sunyi. Di antara rak-rak buku perpustakaan lapas, ia tak hanya menemukan ilmu—ia menemukan kembali dirinya. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *