Jawa Barat | Dugaan pengalihan kuota haji atau praktik “jual beli kursi” kembali mencuat di Kabupaten Sukabumi. Lembaga Swadaya Masyarakat Rakyat Indonesia Berdaya (LSM RIB) DPC Sukabumi menyebut ada indikasi kuat terjadinya penyimpangan dalam distribusi kuota jemaah haji tahun 2025 yang melibatkan oknum internal di lingkungan Kementerian Agama setempat.
Menurut data resmi, sebanyak 1.621 jemaah asal Kabupaten Sukabumi tercatat diberangkatkan ke Tanah Suci pada musim haji tahun 1446 H/2025 M. Namun, dari hasil investigasi lapangan yang dilakukan LSM RIB, ditemukan adanya ketidaksesuaian antara daftar jemaah resmi dengan kondisi faktual di sejumlah kecamatan.
“Ada Indikasi Praktik Sistematis Jual Beli Kursi Haji”
Hal ini disampaikan langsung oleh Sekretaris DPC RIB Sukabumi, Lutfi Imanullah, mewakili Wakil ketua DPC Dikdik Purnawirawan, dalam pernyataan resminya.
“Kami mencium aroma busuk dalam tata kelola penyelenggaraan haji. Ada dugaan kuat praktik pengalihan kuota haji oleh oknum tertentu, baik internal Kemenag maupun pihak ketiga yang menawarkan kursi dengan imbalan tertentu. Ini pengkhianatan terhadap umat,” tegas Lutfi.
LSM RIB mengklaim telah mengantongi data dan kesaksian dari sejumlah warga yang menguatkan dugaan tersebut. “Kami menemukan adanya pola yang berulang tiap tahun. Praktik ini merampas hak jemaah yang sudah mengantri puluhan tahun,” tambahnya.
Dalam waktu dekat, LSM RIB DPC Sukabumi akan:
1. Mengirimkan surat resmi permintaan klarifikasi kepada Kepala Kemenag Kabupaten Sukabumi, guna mengungkap siapa pihak yang bertanggung jawab dalam dugaan penyimpangan ini.
2. Melaporkan kasus ini ke Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag RI agar dilakukan audit menyeluruh dan independen atas pelaksanaan dan distribusi kuota.
3. Melayangkan laporan resmi ke Kejaksaan Agung RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika terbukti ada unsur jual beli kuota yang melibatkan imbalan finansial.
4. Menggelar aksi demonstrasi damai di depan Kantor Kemenag Kabupaten Sukabumi, sebagai bentuk kontrol sosial dan tekanan moral dari masyarakat.
Menurut LSM RIB, dugaan praktik pengalihan kuota haji bertentangan dengan sejumlah aturan, antara lain:
UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, khususnya Pasal 18–25 tentang sistem antrian dan pendaftaran reguler yang tidak dapat dipindahtangankan.
PMA Nomor 13 Tahun 2021 yang mengatur larangan jual beli kursi haji.
Pasal 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan dan penipuan.
UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 2 dan 3.
“Ibadah haji adalah panggilan suci, bukan komoditas dagang. Jika terbukti ada jual beli kursi, maka itu bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi juga korupsi dan penipuan publik,” tegas Lutfi.
LSM Rakyat Indonesia Berdaya mendesak Kementerian Agama untuk membersihkan praktik mafia haji yang diduga masih bercokol di daerah. Mereka meminta Dirjen PHU untuk melakukan evaluasi internal dan rotasi pejabat jika perlu.
“Kalau Kemenag tidak segera bersih-bersih, maka biar rakyat yang akan turun tangan,” pungkas Lutfi.