Sukabumi – Dugaan praktik penipuan dan intimidasi mencuat di Desa Mandrajaya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dua orang nelayan setempat, Nuryaman dan Dihan, melaporkan Kepala Desa Mandrajaya, Ajat, ke Satreskrim Polres Sukabumi atas dugaan penipuan dan penggelapan dalam program bantuan perahu. Tak hanya itu, keduanya juga mengaku mengalami intimidasi dari oknum perangkat desa dan salah seorang anggota DPRD Sukabumi berinisial AH dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Laporan itu resmi didaftarkan pada Rabu, 4 Juni 2025, dengan didampingi tim kuasa hukum Efri Darlin M Dachi, Ratna Mustikasari, dan Rolan Benyamin P Hutabarat.
Kasus bermula ketika program bantuan perahu digulirkan untuk nelayan di kawasan Ciemas. Menurut pengakuan Nuryaman, dirinya bersama Dihan diminta menyetorkan sejumlah uang dengan dalih sebagai uang administrasi dan “biaya pengurusan” bantuan.
“Awalnya diminta Rp30 juta, DP Rp10 juta. Lama-lama naik jadi Rp33 juta, dengan alasan ada biaya tambahan Rp2 juta untuk dinas,” ujar Nuryaman kepada wartawan, Kamis (5/6/2025).
Total uang yang telah diserahkan mencapai Rp21 juta, diterima langsung oleh oknum Kades Ajat. Proses transaksi pun dilakukan secara formal menggunakan kwitansi bermaterai dan stempel resmi desa.
Namun, hingga kini bantuan perahu yang dijanjikan tak pernah diterima oleh kedua nelayan tersebut.
Tidak hanya merasa ditipu, Nuryaman mengaku mengalami intimidasi dari sejumlah oknum desa. Saat sedang melaut di malam hari, dirinya didatangi oleh anggota Satgas Desa dan diminta menyelesaikan perkara ini secara kekeluargaan.
“Pas pulang jam 9 malam, di rumah sudah ada orang suruhan Kades. Kami dibawa kerumah orangtuanha kades. Mereka minta perkara ini dibereskan saja, ngobrol ke pengacara. Katanya kalau enggak diselesaikan secara kekeluargaan, sampai kiamat pun gak bakal selesai,” beber Nuryaman.
Tak berhenti di situ, Nuryaman dan Dihan bahkan dipanggil ke rumah salah seorang anggota DPRD Sukabumi berinisial AH. Di sana, keduanya diminta menandatangani surat pernyataan.
“Pas diminta tanda tangan, saya bilang mohon maaf belum bisa sebelum persetujuan pengacara. Tapi terus didesak, sampai akhirnya kami tanda tangan karena merasa terpaksa,” tambahnya.
Situasi makin memanas ketika keluarga Kades dilaporkan mengalami kondisi syok hingga ibunya sempat pingsan. Pihak dewan berinisial AH bahkan mengancam akan melaporkan Nuryaman dan Dihan dengan tuduhan pencemaran nama baik, apabila proses hukum terhadap Kades terus berjalan.
Salah satu kuasa hukum, Efri Darlin M Dachi, menyatakan pihaknya sudah menyiapkan bukti-bukti kuat berupa kwitansi, stempel desa, serta saksi-saksi terkait aliran uang dan dugaan intimidasi tersebut.
“Kami sudah daftarkan laporan resmi ke Satreskrim Polres Sukabumi. Klien kami adalah korban penipuan dan penggelapan. Kami juga mengecam keras tindakan intimidasi yang dilakukan terhadap mereka,” tegas Efri.
Berdasarkan keterangan korban, program bantuan tersebut disebut-sebut merupakan “pokir” atau pokok pikiran dari anggota DPRD AH. Namun dalam pelaksanaannya, terjadi dugaan pungutan liar yang tidak sesuai ketentuan, serta ancaman bagi korban yang berupaya mencari keadilan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Polres Sukabumi belum memberikan keterangan resmi terkait perkembangan kasus tersebut. Kuasa hukum korban berharap pihak kepolisian dapat bersikap profesional dan objektif dalam menangani perkara yang menyangkut pejabat desa dan anggota dewan ini.
“Nelayan-nelayan kecil seperti klien kami tidak punya kekuatan politik atau finansial. Tapi kami yakin hukum harus berpihak kepada korban yang mencari keadilan,” tutup Efri.