Jakarta,kabarmetro.co, 

Demo massa yang menamakan diri Aliansi Peduli Perempuan, ditanggapi dengan keprihatinan oleh ketua Tim Kuasa Hukum Edrick Tanaka, Michael Remizaldy Jacobus, S.H., M.H. Menurutnya, gerekan membela perempuan bernama Susanty Artha Gilberte alias SAG di Pengadilan Negeri Jakarta Utara adalah hal yang biasa saja, akan tetapi ia prihatin karena tampaknya Aliansi ini ditunggangi oleh kepentingan korban, tapi mereka sendiri tidak paham kasus posisi. “Kalau mereka tahu kasus ini penuh dugaan rekayasa, seharusnya mereka malu berdemo”, kaya Jacobus kepada awak media Senin (15/7/2024).

Lebih lanjut, Bagaimana bisa mereka demi untuk perkara yang sarat dengan rekayasa pemberatan pidana terhadap kliennya, karena sejak awal melihat kasus ini tampak sekali pada tahap penyidikan pihak korban “main mata” dengan penyidik dengan cara menghadirkan Vissum Et Repertum yang bermasalah sebagai alat bukti. “Satu kasus dengan 2 visum yang hasilnya bertolak belakang. Ajaibkan..?? Visum yang terbit tanggal 04 November 2023 adalah Visum pertama yang terbit atas dasar permintaan penyidik setelah melihat kondisi korban dengan hasil luka yang dialami korban tidak menyebabkan halangan aktivitas. Tiba-tiba 21 hari setelah kejadian oknum penyidik minta visum lagi ke rumah sakit Budha Tzu Chi yang hasilnya luka menyebabkan halangan aktivitas tidak permanen. Orang yang tidak sekolah hukum saja, paham kalau visum jadi-jadian seperti ini adalah bentuk rekayasa pemberatan pidana terhadap klien kami Edrick Tanaka”, tegas Jacobus.

Pihaknya mendukung perlindungan perempuan, tapi kalau perllindungan hukum yang dibalut dengan rekayasa untuk menghukum orang secara berlebihan, maka menurut pihaknya hanya ada 1 kata: LAWAN. Pihak keluarga besar Edrick Tanaka juga sudah berkomunikasi dengan Asosiasi Masyarakat Anti Mavia Kasus, untuk mengadakan demo tandingan pada beberapa waktu ke depan agar supaya ada perimbangan, dan supaya masyarakat tahu untuk tidak membela orang secara membabi buta. Menurut Jacobus, Aliansi Peduli Perempuan hanya diberikan foto mata yang memar, tapi kalau mereka mau objektif, ini ambil video korban joget-joget dirumah sakit yang ada pada kami, supaya mereka tahu SAG itu layak dibela, atau tidak. “Pasti kalau mereka nonton video joget sang korban saat diopname dirumah sakit Budha Tzu Chi, mereka akan malu. Dan kalau cuma demo-demo seperti ini, kami juga bisa hadirkan lebih banyak masa. Karena publik sudah melek informasi, dan mereka wajib diedukasi tentang fakta sebenarnya dari perkara ini. Kami siap rapatkan barisan dengan pasukan yang lebih banyak demi melawan rekayasa kasus” . Jelas nya

Penasihat Hukum Terdakwa sangat prihatin, karena dalam persidangan pihak Majelis Hakim sudah banyak memberikan dispensasi ke pihak korban dalam hal ini ibunya, tapi justeru masih tidak puas, hingga pakai acara demo lagi. “Hakim dalam persidangan malah membuka ruang terlalu lebar bagi kepentingan korban. Bahkan bukti video yang diajukan ibu korban dengan tidak sesuai tata cara KUHAP saja diberikan ruang oleh hakim dengan ijin terdakwa, tapi sayang sekali hakim yang sudah demikian tegak lurus justeru didemo. Ingat, hakim itu independen dan tidak mudah diintimidasi oleh segelintir pendemo yang tidak paham fakta persidangan. Saya percaya pihak Majelis Hakim akan tegak berdiri diatas hukum yang adil, dan tidak akan menjatuhkan putusan dibawa intimidasi pendemo”, pungkas Jacobus

(Red)

Reporter: Redaksi Jakarta

Tag